Jakarta (ANTARA News) – Selain monopoli dan ular tangga, ada banyak jenis board game dengan beragam tingkat kesulitan dan jumlah pemain.
Dani Brodi Wejayana adalah salah satu pecinta
board game. Sekitar 100 koleksi
board game yang dia miliki memenuhi satu lemari khusus di rumahnya.
Ia mulai mengenal permainan itu saat bermukim di Jerman, dimana board game adalah permainan yang lazim.
“Waktu itu winter (musim dingin), karena nggak bisa kemana-mana, diajak main board game. Dari situ saya mulai suka,” kata pria yang mulai menggemari board game tahun 2007.
Koleksi
board game milik Brodi didominasi oleh
wargame, permainan strategi pertempuran militer dengan latar belakang beragam, mulai dari sejarah, fiksi ilmiah, sampai fantasi.
Salah satunya Here I Stand, yang dimainkan Brodi bersama lima temannya dari Komunitas Wargame.
Enam orang itu duduk mengelilingi meja berisi papan permainan
Here I Stand berlatar Perang Reformasi 1517-1555. Masing-masing berperan sebagai pihak Ottoman, Hapsburg, Inggris, Prancis, Papacy, dan Protestan.
Mereka punya tujuan berbeda dan harus memutar otak untuk mengatur strategi terbaik demi meraih tujuannya masing-masing. Bila tujuan itu tercapai maka pemain dinyatakan menang.
Sementara itu, di lantai dua rumah Brodi, ada dua wargamer lain yang memainkan BattleLore, yang tidak sesulit Here I Stand. Dalam waktu tiga puluh menit, pertempuran antara Inggris dan Prancis itu pun berakhir.
Wargame biasanya memiliki banyak skenario sehingga memungkinkan para pemain mencoba banyak variasi permainan.
Dalam skenario awal BattleLore misalnya, tiap pemain hanya saling bertarung dengan tentara. Namun pada skenario berikutnya pemain dapat memasukkan unsur-unsur baru seperti goblin, monster laba-laba, hingga penyihir yang menambah serunya permainan.
Here I Stand dan
BattleLore hanya sebagian judul dari agenda permainan Komunitas Wargamer di kediaman Brodi.
Para wargamer dari Jakarta, Bandung, dan Yogjakarta berkumpul untuk memainkan beragam board game dalam acara yang sudah direncanakan sejak tiga bulan lalu itu.
Sesi bermain rutin dengan wargamer yang berada dalam satu kota biasanya berlangsung mingguan. Namun, untuk bertemu dengan wargamer dari kota yang berbeda, butuh perencanaan yang matang.
Apalagi sebagian wargamer sudah memiliki komitmen lain karena sudah berkeluarga.
Sesi kumpul di Jakarta yang berlangsung pada 9-12 Mei 2013 adalah ajang kedua kalinya bagi wargamer dari beberapa kota setelah tahun lalu diselenggarakan di Yogjakarta.
Bagi Brodi, board game adalah permainan dengan banyak manfaat yang bisa dilakukan pada waktu luang. Dia menyayangkan permainan itu kurang populer di Indonesia.
“Kalau di Jerman, board game pasti laku. Kalau di Indonesia, siapa yang beli? Orang Indonesia nggak terlalu suka mikir, sukanya ke mal. Saya ingin mengubah mindset orang-orang Indonesia,” tuturnya.
Kurang populernya
board game di Tanah Air membuat para penjual
board game gulung tikar, tambah
wargamer Agung Waspodo.
Itu membuat mereka langsung memesan board game dari luar negeri, seperti Amerika. Untuk menghemat ongkos kirim, para board gamer menyatukan pesanan mereka dalam satu pengiriman.
Bermain
board game juga menimbulkan ketagihan, sama seperti jenis permainan di media lain.
Namun sebagai seorang ayah, Agung menganggap board game memiliki manfaat lebih daripada video game.
“Kalau video game, anak bermain dengan mesin sehingga skill sosialnya tidak berkembang. Pada board game, emosi anak dilatih. Karena pasti ada yang menang dan kalah, mereka harus berlatih menerima kekalahan,” tutur pria yang empat anaknya juga menaruh minat pada board game.
“Selain itu, board game melatih mereka mengambil keputusan dan menerima konsekuensinya,” tambah Agung, yang sedang mengerjakan proyek board game bertema sejarah buatan sendiri.
Board game tidak hanya bermanfaat sebagai hiburan, tapi juga menambah ilmu.
Tema sejarah yang diusung sebagian board game juga merupakan santapan lezat bagi para pecinta sejarah seperti Agung.
Board game kerap menjadi sarana mengenalkan sejarah bagi para guru di luar negeri, katanya.
Sementara Aswin Agastya berpendapat, board game memiliki variasi lebih banyak untuk permainan yang melibatkan banyak orang. Hal itu tidak banyak ditemuinya dalam game online.
“Di game online, hanya sedikit game bagus yang bisa dimainkan multiplayer,” jelasnya.
Aswin juga mengatakan, sensasi bermain melawan komputer (mesin) berbeda dengan menghadapi lawan yang sama-sama memeras otak.
“Di komputer, musuh itu dibuat sebagai penghalang saja, kita dikondisikan menang,” katanya.
Dalam board game, pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Setiap pemain harus punya sportivitas untuk menerima hasil akhir. Yang paling penting, jangan pernah merasa takut kalah.
“Biasakan untuk menerima kekalahan, kalau kalah ya jangan masukin ke hati,” ujarnya.
Interaksi langsung bersama pemain lain juga merupakan hal yang penting bagi Aswin.
“Kalau main di komputer, nggak bisa nyela, kalau board game, lawannya di depan mata, kita bisa nyela langsung,” canda dia.